Entah mengapa mataku terasa berat untuk tetap terjaga malam ini. Apa karena aku terlalu lelah setelah seharian melakukan aktifitas yang tiada henti. Tapi itu seharusnya bukan menjadi sebuah alasan untuk malam ini. Karena aku yakin, aku bisa menjalani aktivitasku dengan baik selama beberapa minggu ini. Apakah aku sudah berada di titik puncak yang nantinya aku akan jatuh.
Akhirnya lelah dan rasa kantuk mengalahkanku malam ini, padahal malam-malam sebelumnya aku menang melawan musuhku yang satu ini. Aku sudah tak punya kesadaran saat alam mimpi menerbangkan semua angan-angan dan mimpi, aku dibuai olehnya. Terasa lambat waktu berjalan, aku terbangun oleh suara nada dering yang tak asing di telingaku. Dengan mata yang masih terlelap kuambil handphone disampingku dengan malas-malasan. Alam bawah sadar masih mendekapku erat tak mau menyerah, mengajakku untuk kembali tertidur. Tapi, semakin lama nada dering itu membuatku bangun juga dari tempat yang nyaman ini.
Apakah aku menyesal ? Tidak sama sekali, jawabku. Kulihat dalam layar hp tertera “my family”. Masih dengan malas-malasan aku terima telfon itu, kalau tidak entah berapa dampratan yang aku terima dari teman-teman yang lain.
Berkilo-kilo meter jauh disana dari tempatku berada, seorang laki-laki tua berbicara dengan peasaan cemas. Terlihat dari percakapan yang ia bicarakan. Ah sudah lama aku tak pulang ke rumah tercinta. Ya, laki-laki yang menelfonku adalah ayahku. Tak lama kemudian perbincangan via telefon itu semakin seru, semua ingin bicara dari adikku yang paling kecil dan suara yang paling kurindukan selama ini, IBU. Ah, lega sekali mendengar suara Ibu. Seakan ada oase yang ada di hadapanku dan ku teguk air itu penuh dengan kenikmatan. Luar biasa efek yang diakibatkannya. Hatiku terasa tenang, damai. Kata-kata tak akan sanggup mewakili semua perasaan yang buncah saat itu. Entahlah, aku juga bingung akan aku definisikan seperti apa perasaan itu.
Tapi tak lama kemudian setelah telefon itu selesai. Kerinduan akan keluarga dan rumah terasa sekali aku rasakan. Aku ingin pulang ke rumah di desa. Ya rumahku memang di desa, desa yang penuh dengan kenangan indah dan pahit. Aku rindu suasana rumah, rindu membentak-bentak atau menyuruh adikku. Ah sudah lama aku tak melakukan hal tersebut. Kangen tetangga yang ada di sekeliling rumah, menyapa mereka tersenyum dan diskusi tanpa tema dan aturan alias “menggosip” (^_^). Kangen suasana malam disana, saat bintang muncul malu-malu di malam hari, aku akan dengan suka rela duduk di balkon rumah hanya untuk menatap langit yang penuh bintang sampai tengah malam. Indah dan damai, hanya itu yang sanggup aku ucap.
Terasa berbeda sekali dengan di sini (di kamarku yang baru di kota). Aku ingin ke ladang atau sawah yang penuh dengan keindahan alam yang tak mungkin ak temukan di kota ini. Di sini yang ada hanyalah kendaraan yang selalu bersaing untuk membunyikan klakson. Entah dalam rangka acara apa mereka selalu melakukan hal yang sama tipa hari. Banyak polusi yang terjadi dan banyak gedung tinggi serta udara yang panas. Ah beda sekali dengan desa kecilku.
Pada intinya aku rindu malam tanpa akhir yang sering aku lewati di rumah tercintaku. Tunggu aku, wahai tempat yang banyak kenangan untukku. Tak lama aku akan kembali ke pangkuanmu lagi. Memandang langit tiada henti menunjuk beberapa bintang dengan konyol seakan-akan aku bisa menggapai dan menggemgamnya. Tapi itulah cara aku menghabiskan malam yang gelap gulita sendirian atau bersama sahabatku. Malam yang penuh dengan gejolak jiwa, malam yang selalu tak pernah mendengarkan apapun yang diinginkan oleh manusia. Sang malam terlalu kuat untuk ditaklukkan. Kesepian, kesendirian adalah teman sang malam dan aku berteman dengannya. Kubersanding dengan bintang untuk menemani malam yang tanpa akhir karena nantinya akan ku temukan kedamaian disana.
0 komentar:
Posting Komentar